Kamis, 21 April 2011

Books Review “ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT DAN ETIKA”


                  Books Review
                   “ALIRAN-ALIRAN
                   FILSAFAT
                    DAN ETIKA”  
                                        Karya: Prof. Dr. Juhaya S. Praja

Diajukan untuk memenuhi tugas materi “Studi Integrasi Sains dan Islam” (Filsafat Ilmu) dengan dosen pembimbing Bapak: Dr. Ahmad Barizi, M.A
Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Oleh, Andy Firmansyah
(NIM. 10710001)
Program Pasca Sarjana
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
April 2011

BAB I
PENDAHULUAN

Pengantar
Buku yang direview ini berjudul Aliran-aliran Filsafat dan Etika Karya Prof. Dr. Juhaya S. Praja. Buku ini diterbitkan olah Prenada Media cetakan ke 2 terdiri dari 210 halaman meliputi; 24 halaman terdiri dari 2 halaman cover dan pengesahan, 2 halaman pengantar penulis, 1 halaman daftar isi. Buku ini terbagi ke dalam 19 poin pembahasan, 4 halaman daftar pustaka.

Latar Belakang
Prof. Juhaya S. Praja adalah Guru Besar dan Pembantu Rektor V, Urusan Luar Negeri IAIN Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung. Ia pernah menjadi peneliti dan dosen tamu di Amerika atas sponsor AMINEF dan Fulbright. Buku-bukunya yang telah terbit; Aliran-Aliran Filsafat dari Rasionalisme sampai Sekularisme; Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam; Metode Tasawuf Menurut Syariah, Aliran-aliran Filsafat dan Etika dan lain-lain.
Mempelajari filsafat dan etika sangat berguna untuk memahami bagaimana manusia berpikir dan bertindak. Pemikiran dan tindakan manusia sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh aliran filsafat yang dianutnya serta etika yang dipahaminya. Mengingat pemikiran filsafat sangat beragam, maka cara mudah mempelajarinya adalah dengan mengklasifikasi aliran-aliran utamanya, sehingga dengan mereview  Buku Aliran-Aliran Filsafat dan Etika Karya Prof. Dr. Juhaya S. Praja dapat menjawab masalah filsafat dan etika.

Pembahasan
Berdasarkan isi buku  Aliran-aliran Filsafat dan Etika Karya Prof. Dr. Juhaya S. Praja, maka penulis lebih menitikberatkan review pada permasalahan:
1. Pengertian Filsafat dan Pembahasan tentang Objek, Metodologi, dan Struktur  Filsafat.
2. Pengertian Etika dan pembahasan tentang Objek dan Metode Etika
3. Keterkaitan antara Ilmu, Filsafat dan Agama; Tinjauan Perbedaan, Persamaan dan Titik Temunya
4. Pembahasan tentang berbagai macam Aliran-aliran Filsafat dan Etika

Selanjutnya review buku  Aliran-aliran Filsafat dan Etika Karya Prof. Dr. Juhaya S. Praja akan diuraikan sebagai berikut:
1. Pengertian Filsafat dan Etika serta Pembahasan tentang Objek dan Metodologi  Filsafat
a. Pengertian Filsafat
Filsafat- diambil dari bahasa Arab, Falsafah- berasal dari bahasa Yunani, Philosophia, kata majemuk yang terdiri dari kata Philos yang artinya cinta atau suka, Sophia yang artinya bijaksana. Dengan demikian, secara etimologis kata filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Orangnya disebut  Philosopher atau Failasuf. [1]
Filsafat adalah “metodologi berpikir”, yaitu berpikir kritis-analitis dan sistematis. Filsafat lebih mencerminkan “proses” berpikir dan bukan sekedar “produk” pemikiran.[2]
Secara terminologis, filsafat mempunyai arti yang bermacam-macam, sebanyak orang memberikan pengertian atau batasan, bisa dibaca pada halaman 2, akan tetapi gambaran jelas mengenai pengertian filsafat berdasarkan pendapat Titus sebagai berikut:[3]
·      Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam, biasanya diterima secara kritis. Definisi ini merupakan arti yang menunjukkan sikap informal terhadap apa yang dialami berkaitan dengan filsafat atau kata-kata “mempunyai filsafat”.
·      Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti formal dari “berfilsafat”. Dua arti filsafat, “memiliki” dan “melakukan” tidak dapat dipisahkan sepenuhnya satu dari yang lain. Suatu sikap falsafi yang benar adalah sikap yang kritis dan mencari. Sikap itu sikap terbuka dan toleran dan mau melihat segala sudut persoalan tanpa prasangka.
·      Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Filsafat berusaha untuk mengkombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman manusia sehingga menjadi suatu pandangan yang konsisten tentang alam.
·      Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Ini merupakan tugas filsafat melalui metode analisis berusaha untuk menjelaskan arti istilah-istilah dan pemakaian bahasa.
·      Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat. Filsafat mendorong penyelidikannya sampai kepada soal-soal yang mendalam dari eksistensi manusia. Sebagian soal-soal filsafat pada zaman dahulu telah terjawab dengan jawaban yang memuaskan kebanyakan ahli filsafat. Walapun demikian banyak soal yang sudah terjawab hanya untuk sementara, bahkan masih banyak juga problema yang belum terjawab.
b. Pembahasan tentang Objek dan Metodologi  Filsafat
Objek penyelidikan filsafat adalah segala yang ada dan yang mungkin ada, tidak terbatas yang disebut juga dengan objek material filsafat. Seorang filsuf berpikir dan merenung untuk menemukan persoalan yang memenuhi benaknya. Ia berpikir sedalam-dalamnya, sampai ke akar-akarnya untuk mencari hakikat sesuatu.
Prof. Juhaya juga menyimpulkan bahwa penyelidikan filsafat memiliki sifat-sifat:
1)   Menyeluruh, artinya filsafat melihat atau memandang objeknya secara menyeluruh (totalitas)
2)   Mendasar, artinya filsafat menyelidiki objeknya sampai ke akar-akarnya, sampai ditemukannya hakikat sesuatu yang diselidiki
3)   Spekulatif, artinya hasil yang diperoleh dari penyelidikan filsafat baru berupa dugaan-dugaan (yang logis, masuk akal dan rasional, bukan dugaan yang hampa) bukan kepastian
Metodologi Filsafat yang digunakan untuk memecahkan problema-problema filsafat, yaitu:
1)   Metode Deduktif. Merupakan metode berpikir dimana suatu kesimpulan ditarik dari prinsip-prinsip umum dan kemudian diterapkan kepada sesuatu yang bersifat khusus. Contoh:
Semua manusia adalah fana (Prinsip umum)
Semua raja adalah manusia (Peristiwa khusus)
Karena itu semua raja adalah fana (Kesimpulan)
2) Metode Induksi. Suatu metode berpikir dimana suatu kesimpulan ditarik dari suatu prinsip khusus dan kemudian diterapkan kepada sesuatu yang bersifat prinsip umum. Contoh:
Amir  adalah manusia (Prinsip khusus)
Ia (Si amir) akan mati (Peristiwa yang bersifat umum)
Seluruh manusia akan mati (Kesimpulan)
3) Metode Dialektik. Yaitu suatu cara berpikir dimana suatu kesimpulan diperoleh melalui tiga jenjang penalaran: tesis, antitesis dan sintesis. Metode ini berusaha mengembangkan suatu contoh argumen yang didalamnya terjalin implikasi bermacam-macam proses (sikap) yang saling mempengaruhi. Argumen tersebut akan menunjukkan bahwa tiap proses tidak menyajikan pemahaman yang sempurna tentang kebenaran. Dengan demikian, timbullah pandangan dan alternatif yang baru.  
2. Pengertian Etika dan Pembahasan tentang Objek dan Metode Etika
a. Pengertian Etika
Etika merupakan penyelidikan filsafat mengenai kewajiban-kewajiban manusia serta tingkah laku manusia dilihat dari segi baik dan buruknya tingkah laku tersebut. Etika bertugas memberi jawaban atas pertanyaan- pertanyaan berikut: atas dasar hak apa orang menuntut kita untuk tunduk terhadap norma-norma yang berupa ketentuan, kewajiban, larangan dan sebagainya ? Bagaimana kita bisa menilai norma-norma tersebut ? Pertanyaan seperti ini timbul karena hidup kita seakan-akan terentang dalam suatu jaringan  norma-norma.  Jaringan itu seolah-olah membelenggu kita; mencegah kita dari bertindak sesuai keinginan kita; memaksa kita berbuat apa yang sebenarnya kita benci.
Etika mempunyai sifat yang sangat mendasar, yaitu sifat kritis yang menuntut orang agar bersikap rasional terhadap semua norma sehingga etika akhirnya membantu manusia menjadi lebih otonom. Otonomi ini terletak pada pencapaian kebebasan untuk mengakui norma-norma yang diyakininya sendiri sebagai kewajibannya. Etika dibutuhkan sebagai pengantar pemikiran kritis yang dapat membedakan antara apa yang sah dan apa yang tidak sah; membedakan apa yang benar dan apa yang tidak benar.
Dalam Islam etika disebut juga “Islamisasi ilmu-termasuk islamisasi budaya”, yang menurut Sayed Husein Nasr dalam A. Khudori (2004) berarti upaya menerjemahkan pengetahuan modern ke dalam bahasa yang bisa dipahami masyarakat muslim di mana mereka tinggal. Islamisasi ilmu lebih merupakan usaha untuk mempertemukan cara pikir dan bertindak (epistemologis dan aksiologis) masyarakat Barat dengan muslim.[4]
Menurut Hanna Djumhana Bastaman islamisasi ilmu adalah upaya menghubungkan kembali ilmu pengetahuan dengan agama, yang berarti menghubungkan kembali sunnatullah (hukum alam) dengan al-Qur’an, yang keduanya sama-sama ayat Tuhan. Pengertian ini didasarkan atas pernyataan bahwa ayat-ayat (sign) Tuhan terdiri  dari dua hal; (1) ayat-ayat yang bersifat linguistik, verbal dan menggunakan bahasa insani, yakni  al-Qur’an, (2) ayat-ayat yang bersifat non-verbal berupa gejala alam.[5]
b. Objek dan Metode Etika
Objek penyelidikan etika adalah pernyataan-pernyataan moral yang merupakan perwujudan dari pandangan-pandangan dan persoalan-persoalan moral, yang pada dasarnya terdiri dari 2 macam pernyataan: pertama pernyataan tentang tindakan manusia dan yang kedua adalah pernyataan tentang manusia itu sendiri atau tentang unsure-unsur kepribadian manusia, seperti motif-motif, maksud dan watak.
 Metode Etika yang digunakan dalam menilai pendapat moral meliputi 4 macam pendekatan yaitu:
Pendekatan empiris deskriptif, fakta moral dipastikan adanya, digambarkan bagaimana bentuknya, dibandingkan bentuknya dalam masyarakat yang berlainan, diselidiki sejarahnya, jangkauannya dan seterusnya.
 Pendekatan fenomenologis, memperlihatkan bagaimana kesadaran moral dalam melaksanakan suatu kewajiban. Dengan pendekatan ini juga dapat dikenal kekhususan bidang moral, misalnya perbedaan norma-norma moral dan norma-norma dapat digali. Pendekatan normatif, mempersoalkan apakah suatu norma moral yang diterima umum atau dalam masyarakat tertentu memang tepat ataukah sebetulnya tidak berlaku atau malah harus ditolak,dan
Pendekatan metaetika yang berupa analisis bahasa moral yang berusaha untuk mencegah kekeliruan dan kekaburan dalam penyelidikan  fenomenologis dan normatif dengan cara mempersoalkan arti tepat dari istilah-istilah moral dan mengatur pernyataan-pernyataan moral menurut macamnya serta  mempersoalkan bagaimana suatu pernyataan moral dapat dibenarkan.
3. Keterkaitan Ilmu, Filsafat dan Agama; Tinjauan Perbedaan, Persamaan dan Titik Temunya
Dalam buku yang berjudul Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Juhaya (2005) membuat definisi tentang ilmu, filsafat dan agama. Ilmu adalah sesuatu yang melekat pada manusia di mana ia dapat mengetahui sesuatu yang asalnya tidak ia ketahui. Jadi secara umum sebenarnya ilmu itu berarti tahu/pengetahuan. Seseorang yang banyak ilmunya bisa dikatakan sebagai seorang ilmuwan, ulama, ahli pengetahuan dan sebagainya. Pada dasarnya ilmu/pengetahuan mempunyai tiga kriteria, yaitu ; (a) adanya suatu sistem gagasan dalam pikiran;(b) persesuaian antara gagasan itu dengan benda-benda sebenarnya; dan (c) adanya keyakinan tentang persesuaian itu.
Adapun filsafat mempunyai arti yang diambil dari kata Philosophia, kata majemuk yang terdiri dari kata Philos yang artinya cinta atau suka dan shopia artinya bijaksana. Dengan demikian kata filsafat memberikan pengertian cinta kebijaksanaan. Orangnya disebut Philosopher atau Failasuf. Secara terminologis, filsafat mempunyai arti yang bermacam-macam diantaranya yang diungkapkan Al-Farabi (wafat 950 M) seorang filsuf Muslim mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat sebenarnya.
Sedangkan agama memiliki arti yang berasal dari bahasa sansakerta yaitu a-gama, a=tidak; gama=kacau; agama berarti tidak kacau. Dalam arti luas agama mempunyai makna bahwa manusia yang beragama atau menjalankan aturan agama maka hidupnya tidak akan kacau balau.
a. Tinjauan Perbedaan Ilmu dan Filsafat
Dalam perjalanannya filsafat dengan ilmu juga terkadang memiliki pertentangan pada kecondongan atau titik penekanan, bukan pada penekanan yang mutlak. Penekanan itu dapat dilihat dari perbedaan-perbedaan pada tabel berikut:
Ilmu
Filsafat
  • Ilmu lebih analitik dan lebih deskriptif,
  • Ilmu menganalisis seluruh unsur yang menjadi bagian-bagiannya;

  • Jika ilmu berusaha untuk menghilangkan faktor-faktor pribadi,

  • Ilmu lebih menekankan kebenaran yang bersifat logis dan objektif,
  • filsafat lebih sintetik dan sinoptik;

  • sedangkan filsafat berusaha untuk mengembangkan benda-benda dalam sintesa yang interpretatif;
  • sedangkan filsafat lebih mementingkan personalitas, nilai-nilai dan juga bidang pengalaman
  • sedangkan filsafat bersifat radikal dan subjektif;
Tabel 1 Perbedaan-perbedaan antara Ilmu dan Filsafat

b. Persamaan dan Titik Temu antara Ilmu dan Filsafat
Ada beberapa hal dimana filsafat dan ilmu pengetahuan dapat saling bertemu. Dalam beberapa abad terakhir, filsafat telah mengembangkan kerja sama yang baik dengan ilmu pengetahuan. Filsafat dan ilmu pengetahuan kedua-duanya menggunakan metode pemikiran reflektif dalam usaha untuk menghadapi fakta-fakta dunia dan kehidupan. Keduanya menunjukkan sikap kritik, dengan pikiran terbuka dan kemauan yang tidak memihak, untuk mengetahui hakikat kebenaran. Mereka berkepentingan untuk mendapatkan pengetahuan yang teratur.
Ilmu membekali filsafat dengan bahan-bahan yang deskriptif dan faktual yang sangat penting untuk membangun filsafat, ilmu pengetahuan juga melakukan pengecekan terhadap filsafat, dengan menghilangakan ide-ide yang tidak sesuai dengan pengetahuan ilmiah. Sementara filsafat mengambil pengetahuan yang terpotong-potong dari berbagai ilmu, kemudian mengaturnya dalam pandangan hidup yang lebih sempurna dan terpadu. Sebagai contoh tentang konsep evolusi mendorong kita untuk meninjau kembalai pemikiran kita hampir dalam segala bidang.
Kesimpulannya kontribusi yang lebih jauh yang diberikan filsafat terhadap ilmu pengetahuan adalah kritik tentang asumsi, postulat ilmu dan analisa kritik tentang istilah-istilah yang dipakai. Ilmu dan filsafat kedua-duanya memberikan penjelasan-penjelasan dan arti-arti dari objeknya masing-masing. Banyak filsuf yang mendapat pendidikan tentang metode ilmiah dan meraka saling memupuk perhatian dalam beberapa disiplin ilmu.
c. Tinjauan Perbedaan Agama dan Filsafat
Dalam agama ada hal-hal yang penting, misalnya Tuhan, kebijakan, baik dan buruk, surga dan neraka, dan lain-lain. Hal-hal tersebut diselidiki pula oleh filsafat. Oleh karena hal-hal tersebut ada-atau paling tidak-mungkin ada, karena objek penyelidikan filsafat adalah segala yang ada dan yang mungkin ada.
Alasan filsafat untuk menerima kebenaran bukanlah kepercayaan, melainkan penyelidikan sendiri, hasil pikiran belaka. Filsafat tidak mengingkari atau mengurangi wahyu, tetapi ia tidak mendasarkan penyelidikannya atas wahyu. Lapangan filsafat dan agama dalam beberapa hal mungkin sama, akan tetapi dasarnya amat berlainan. Tegasnya akan kita lihat perbedaan-perbedaan antara agama dan filsafat pada tabel berikut :
Agama
Filsafat
·       Agama berdasarkan wahyu ilahi, oleh karena itu agama sering juga disebut kepercayaan alasannya karena yang diwahyukan oleh Tuhan haruslah dipercayai;
·       Dalam agama untuk mendapatkan kebenaran hakiki itu manusia tidak hanya mencarinya sendiri, melainkan ia harus menerima hal-hal yang diwahyukan Tuhan, dengan kata singkat percaya atau iman;
·    Filsafat berdasarkan pikiran belaka




·       Dalam filsafat untuk mendapatkan kebenaran hakiki, manusia harus mencarinya sendiri dengan mempergunakan alat yang dimilikinya berupa segala potensi lahir dan bathin,
Tabel 2 Perbedaan-perbedaan antara Agama dan Filsafat

b. Persamaan dan Titik Temu antara Agama dan Filsafat
Adapun titik temu antara agama dan filsafat adalah baik agama maupun filsafat pada dasarnya mempunyai kesamaan, keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni mencapai kebenaran yang sejati. Agama yang dimaksud di sini adalah agama Samawi, yaitu agama yang diwahyukan tuhan kepada nabi dan rosul-Nya.
Dengan demikian antara ilmu, filsafat dan agama sebenarnya mempunyai jalinan dan saling berhubungan satu sama lain yang memiliki kesamaan yaitu mencari hakikat kebenaran, meski ada beberapa perbedaan terutama yang berkaitan dengan objek forma, sumber, cara pandang, hasil serta alat ukurnya.
Titik temu dari ketiga disiplin ilmu itu adalah bahwa ilmu menggunakan pengamatan, eksperimen dan pengalaman inderawi kemudian filsafat berusaha menghubungkan penemuan-penemuan ilmu dengan maksud menemukan hakikat kebenaran dan Agama menentukan arah dalam mendapatkan kebenaran yang hakiki itu berlandaskan pada keyakinan dan keimanan.
4. Pembahasan tentang berbagai macam Aliran-aliran Filsafat dan Etika
a.  Aliran-aliran Filsafat
Selanjutnya persoalan tentang sumber pengetahuan manusia, yang kemudian melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Menurut Louis Q. Kattsof dalam buku yang sama mengatakan bahwa sumber pengetahuan manusia itu ada lima macam, yaitu [6]: (1) Empiris yang kemudian melahirkan aliran empirisme; (2) Rasio yang melahirkan aliran rasionalisme; (3) Fenomena yang melahirkan aliran fenomenologi; (4) Instuisi yang melahirkan aliran instuisme; dan (5) Metode ilmiah yang merupakan gabungan antara aliran rasialisme dan empirisme. Metode ilmiah inilah yang kemudian mewarnai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di seluruh universitas di dunia ini. Prof. Juhaya (2005) juga mengemukakan aliran Kritisisme Immanuel Kant, Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materialisme, Pragmatisme, Filsafat Hidup Henri Bergson, dan Sekularisme
Uraian dari aliran-aliran tersebut yang merupakan pokok review buku ini, diberikan sebagai berikut:
·  Aliran Empirisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa sumber pengetahuan itu adalah pengalaman inderawi. Tokoh aliran ini adalah John Locke (1632-1704), analogi dari aliran ini menyebutkan bahwa es itu membeku dan dingin, karena secara pengalaman inderawi es itu dapat dilihat bentuknya beku dan rasanya dingin. Dari disinilah dapat disimpulkan bahwa menurut aliran empirisme pengetahuan itu didapat dengan perantaraan inderawi atau pengalaman-pengalaman inderawi yang sesuai, tetapi aliran ini mempunyai kelamahan karena sebetulnya inderawi memiliki keterbatasan dan terkadang menipu. Dari kelemahan ini muncul aliran kedua yatiu aliran Rasionalisme.
·  Aliran Rasionalisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa akal adalah dasar dari kepastian pengetahuan. Tokoh aliran ini adalah Rene Descartes (1596 – 1650). Aliran ini muncul karena koreksi dari aliran Empirisme menurut kacamata aliran ini manusia akan sampai pada kebenaran semata-mata karena akal, inderawi menurut aliran Rasionalisme hanyalah merupakan bahan yang belum jelas, akal-lah yang kemudian mengatur bahan tersebut sehingga membentuk pengetahuan yang benar. Analogi menurut aliran ini adalah kenapa benda yang jauh akan kelihatan kecil ?, karena secara akal bayangan yang jatuh dimata akan kecil atau contoh analogi lain kenapa gula terasa pahit bagi orang yang demam, karena lidah orang yang sakit demam itu tidak normal.
Akal manusia merupakan salah satu potensi jiwa (rational soul) yang terdiri dari dua macam yaitu; (1) praktis yang bertugas mengendalikan badan dan mengatur tingkah laku, (2) teoritis khusus nerkenaan dengan persepsi dan epistemologi, karena akal praktis inilah yang menerima persepsi-persepsi inderawi dan meringkas pengertian-pengertian universal daripadanya dengan bantuan akal aktif, yang terhadap jiwa kita bagaikan matahari terhadap pandangan mata. Akal manusia bisa meningkat kea lam atas hingga berhubungan langsung dengan akal-akal yang tidak ada pada benda, sehingga ia bisa mengetahui obyek-obyek pemikiran sekaligus bahkan bisa menukik ke alam kesucian dan kenikmatan tinggi dan inilah kebahagiaan tertinggi.[7]     
·  Aliran Fenomenalisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan didasarkan pada sebab akibat yang merupakan hubungan yang bersifat niscaya dan ditampakan oleh sebuah gejala (Pehenomenon). Tokoh aliran ini adalah Imanuel Kant yaitu seorang filosof Jerman (abad ke-18) analogi dari aliran ini adalah tetang bagaimana memperoleh pengetahuan bahwa kuman itu menyebabkan penyakit tifus, orang yang menderita demam tifus disebabkan oleh kuman yang masuk dalam diri orang tersebut.
·  Aliran Instuisme, yatiu aliran yang berpendapat lahirnya pengetahuan yang lengkap dan utuh tidak hanya diperoleh melalui indera dan akal tetapi butuh juga instuisi utuk menangkap keseluruhan objek pengetahuan. Tokoh aliran ini adalah Henri Bergson (1859 – 1941), aliran ini mirip dengan aliran Iluminasionesme atau Teori Kasyf dalam ajaran Islam yaitu pengetahuan langsung dari Tuhan yang hanya bisa diterima apabila hatinya telah bersih. Pengetahuan itu bisa didapat melalui latihan atau “riyadhah”. Contoh dari intuisi atau pengetahuan tingkat tinggi ini yang dimiliki oleh Nabi SAW (atas izin Allah) dapat melihat atau mengetahui hal-hal yang ghaib, dapat mendengar orang yang disiksa di alam kubur, menghitung tiang-tiang mesjid Al Aqsha dan sebagainya.
·  Metode Ilmiah, perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan  merupakan hasil penggunaan secara sengaja suatu metode untuk memperoleh pengetahuan yang menggabungkan pengalaman dengan akal sebagai pendekatan bersama, dan menambahkan suatu cara baru untuk menilai penyelesaian-penyelesaian yang disarankan. Sifat yang menonjol dari metode ilmiah ialah digunakannya akal dan pengalaman yang disertai dengan sebuah unsur baru, yaitu hipotesis. Bila hipotesis dikukuhkan kebenarannya oleh contoh-contoh yang banyak jumlahnya, maka hipotesis tersebut dapat dipandang sebagai hukum.
·  Kritisisme Immanuel Kant, filsafat ini memulai pelajarannya dengan menyelidiki kebatasan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Dengan isi utama dari kritisisme adalah gagasan  Immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika dan estetika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar